Berikan aku seribu orang tua, niscaya akan ku cabut semeru dari akarnya, berikan aku seorang pemuda niscaya akan ku guncang dunia, itulah perkataan sang orator ulung sekaligus sang proklamator yang ketika berbicara maka akan membangkitkan semangat merah putih yang tinggi di dada rakyatnya, hampir 69 tahun perjalanan kemerdekaan bangsa ini dan apa yang terjadi pada catatan sejarahnya tidak terlepas dari peran pemuda sebagai motor penggerak berlangsungnya kemerdekaan negeri ini.
Di era sekarang kita tidak lagi di hadapkan pada peperangan senjata akan tetapi di hadapkan pada permasalahan bangsa yang begitu kompleks, sebagai mahasiswa/i yang tergolong pemuda serta bagian dari generasi penerus bangsa ini kita di berikan suatu tanggung jawab moral yang begitu besar, dengan beban yang menanggung pesan sebagai agen of change, agen of control, dsb seharusnya kita sadar akan hal tersebut, bukan sekedar sebuah nilai yang kita kejar di dunia perkuliahan akan tetapi sebagai mahasiswa yang tergolong kaum elit pendidikan kita juga seharusnya menawarkan formulasi – formulasi terbaik untuk perubahan bangsa ini terkhusus daerah asalnya, akan tetapi begitu miris ketika berbicara keadaan pemuda terkhusus mahasiswa hari ini yang telah melupakan bebannya sebagai agen of change hari ini bagi mahasiswa nilai adalah dewa yang agung dan segalanya, melihat hal tersebut suatu nilai bukanlah tolok ukur kepintaran seorang manusia, kepintaran serta kecerdasan seorang manusia akan terbukti dengan semua perilaku dan kinerjanya di dalam bertindak, nilai hanyalah suatu motivasi untuk meningkatkan kualitas diri yang pada hakikatnya kualitas itu tak ternilai dengan sebuah tulisan pena di atas kertas, namun hal tersebut tak pernah di sadari oleh mahasiswa.
Menulis, berdiskusi, dan aksi kini telah hilang dari diri mahasiswa, hari ini mahasiswa telah kehilangan jati dirinya dan telah larut di dalam budaya westernisasi sehingga melupakan nilai – nilai serta tanggung jawabnya sebagai anak bangsa, doktrin masa lalu pada era penjajahan telah berhasil melumpuhkan mindset anak bangsa yang berdampak hingga masa kini yang mana rasa takut serta mental peminta yang seakan tak pernah mati dari dalam diri penerus bangsa ini.
Bangsa ini telah terlalu banyak mencetak generasi yang pintar akan tetapi bermental peminta hingga melahirkan para koruptor, dan pelacur intelektual, dsb sehingga perubahan bangsa ini tidak lagi untuk visi indonesia lebih baik, mahasiswa di bentuk bukan untuk menjadi pengemis intelektual akan tetapi sebagai ujung tombak perubahan suatu bangsa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, seandainya sang proklamator tersebut masih hidup maka beliau pun akan miris melihat keadaan pemuda yang di banggakan untuk meneruskan perubahan bangsa ini agar lebih baik kini telah larut dalam westernisasi dan melupakan nilai – nilai yang ada pada negeri ini.
penulis : Zainudin Kismit