Posted by hmiisipkhatulistiwa
|
Ketua Umum HMI Komisariat FISIP Cabang Pontianak |
Demokrasi merupakan bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi di artikan sebagai kebebasan setiap individu di dalam melakukan sesuatu tanpa melanggar hukum, demokrasi juga menjunjung tinggi kebebasan, kesetaraan, dan kesejahteraan yang berakar pada hak asasi manusia sehingga demokrasi memberikan kebebasan berekspresi, kebebasan berasosiasi, kebebasan mendapatkan informasi yang terbuka luas, serta memilih kepala negara secara langsung, dengan kata lain demokrasi lebih memberikan hak kepada setiap warga negara.
Polemik bangsa yang begitu kompleks telah membuat bangsa ini terus melakukan perbaikan di dalam berbagai bidang untuk meletakan kedaulatan rakyat pada posisi yang tinggi di negeri ini, pasca orde baru rakyat Indonesia menyepakati adanya reformasi di berbagai bidang termasuk permasalahan yang mencuat belakangan ini mengenai RUU pilkada yang di pilih oleh DPRD, hal ini pernah menjadi perdebatan di tahun 2005 di gedung MK pada uji materi pemerintah daerah termasuk UU pilkada pada pasal 56 ayat (1) mengenai pemilihan langsung, rahasia, umum, jujur dan adil.
RUU pilkada yang di usulkan oleh DPRD tersebut telah mengkebiri nilai demokrasi di Indonesia serta menghilangkan hak masyarakat daerah di dalam menyeleksi serta memilih pemimpinnya sendiri. Di dalam UU no 32 tahun 2004 mengenai hak dan kewajiban pemda pada pasal 22 (c) “pemda berkewajiban mengembangkan kehidupan demokrasi” secara tidak langsung demokrasi yang di bangun pasca orde baru akan di amputasi oleh kebijakan pilkada secara tidak langsung dan mengembalikan pada sistem orde baru.
Di dalam UU no 32 thn 2004 juga tidak menjelaskan adanya hak DPRD untuk memilih dan menganggakat kepala daerah, DPRD hanya mengusulkan nama kepala daerah kepada pemerintah pusat dan rakyatlah yang memilih pemimpinnya melalui pilkada langsung. Secara lembaga antara eksekutif dan legislatf memiliki kedudukan yang sejajar sehingga tidak logis pemerintah memilih pemerintah jika hal tersebut terjadi maka akan ada pendiktean serta politik balas budi antara eksekutif dan legislatif di tingkat daerah serta akan mengurangi tugas dan fungsi KPUD sebagai penyelenggara pemilu dan akan membutakan masyarakat daerah di dalam memilih pemimpin. Kebijakan tersebut akan menghilangkan proses demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat yang selama 10 tahun ini baru di bangun menjadi dari DPRD, oleh DPRD, dan untuk DPRD.
Pilkada langsung yang terkesan banyak memakan biaya serta rentan kecurangan di saat proses pemilu berlangsung, tidak seharusnya serta merta di hapuskan dan di kembalikan pada sistem yang lama, akan tetapi perlu rekonstruksi kembali pada sistem pilkada di negeri ini jika hanya untuk memangkas pengeluaran negara serta menghindari kecurangan pada prosesnya, perlu suatu formulasi baru yang bisa memperbaiki sistem yang ada, tanpa menghilangkan proses demokrasi serta hak – hak rakyat sebagai pemegang kedaulatan di negeri ini.
Penulis : Zay
ADS HERE !!!