Posted by hmiisipkhatulistiwa
|
Zainudin Kismit |
Himpunan mahasiswa islam (HMI) merupakan salah satu organisasi mahasiswa yang cukup tua di Indonesia yang lahir pada tahun 1947. Histori perjalanan himpunan ini dalam memposisikan diri dari era orde lama, orde baru, hingga reformasi menjadikan himpunan ini cukup matang dalam gerakan revolusionernya. Sejauh perjalanannya rahim himpunan ini telah banyak melahirkan kader – kader terbaiknya di tingkat lokal maupun nasional, dinamika yang di ciptakannya membuat kehidupan demokrasi di kampus juga dapat hidup tanpa bayang – bayang semu. Semua itu berangkat dari komitmen himpunan ini dalam menjadikan organisasi ini sebagai organisasi perkaderan, komitmen itu di tunjukan dengan adanya perkaderan dari tingkat basic training (lk I), intermediate training (lk II), advance training (lk III), dan loka karya, serta pelatihan – pelatihan instruktur sehingga ketika berbicara perkaderan maka himpunan ini tak perlu di ragukan lagi.
Kecintaan kader terhadap himpunan ini seperti yang dituangkan ahmad wahib dalam bukunya tentang pergolakan pemikiran islam “Hmi telah menjadi nyawa kita, hmi telah ada dalam urat dan nadi kita, dia ada dalam keriangan kita, dia ada dalam kesusahan kita, dia ada dalam kecabulan kita, dia ada dalam kekanak – kanakan kita, hmi telah mengisap dan mengisi jaluran – jaluran darah kita”, akan tetapi banyaknya kader HMI maupun alumni yang telah amnesia pada tujuan himpunan menambah karatnya kendaraan tua ini. Apa yang menimpa himpunan ini selalu di ibaratkan seperti pepatah “semakin tinggi pohon menjulang ke atas, maka semakin kuat angin yang menerpa” harusnya semakin tua usianya maka semakin matang dan dewasa manifesto gerakan dan tujuannya.
Pada peringatan 50 tahun hmi nurcholis majid pernah memberikan pernyataan tegas dengan mengatakan bubarkan hmi!!! Karna dinilai gerakannya yang terlalu romantis dengan pemerintah orde baru, sehingga akan mengancam independensinya sebagai organisasi kader dan organisasi perjuangan mahasiswa. Dalam gerakannya himpunan ini selalu berjuang melalui jalur intelektualnya akan tetapi seiring dengan perubahan zaman orientasi intelektualitas kader hmi di pertanyakan, apakah telah terjadi pengkhiatan intelektual seperti yang di khawatirkan oleh lafran pane bahwa pengkhiatan intelektual dialamatkan pada mereka yang menggunakan kemampuannya untuk meraih kepentingan pribadi tanpa melihat nilai – nilai kebenaran yang ada di hadapannya. Hal ini akan membidani lahirnya pengkhianat intelektual dan intelektual durhaka yang meraih puncak kepemimpinan dengan cara menjual hmi. Sebagai bahan evaluasi dan proyeksi kepemimpinan kader hmi kedepannya perlu menjadi suatu bahan muhasabah diri apakah kita telah terjebak dalam gerakan yang politis sehingga amanah bukan lagi suatu hal yang perlu di perjuangkan kebenarannya? Ataukah kita di kader hanya sebatas untuk mendapatkan posisi kepemimpinan di puncak tertinggi?
Evaluasi dan proyeksi kepemimpinan hmi
Beberapa pekan terakhir himpunan ini telah melaksanakan gawai 2 tahun sekali untuk pergantian nakhoda kepemimpinan di tingkat pengurus besar (kongres), dan akan di susul dengan agenda 1 tahun sekali pergantian kepemimpinan di tingkat cabang (konfercab) dan komisariat (rak). Di tinjau dari beberapa proses pemilihan kepemimpinan di hmi, sebagai kader saya melihat hmi memiliki manifesto politik serta gerakan yang cukup di perhitungkan dalam percaturan politik kampus maupun eksternal lainnya yang mungkin membuat himpunan ini bertahan melalui kedinamisan inteletualitas kadernya dalam menanggapi dan membuat gerakan – gerakan serta perubahan – perubahan sosial seperti itu. Akan tetapi jika kita melihat dari kepemimpinan kader hmi pasca pemilihan baik di internal maupun eksternal maka agak sedikit bertolak belakang dari hakikat kepemimpinan itu sendiri. Kepemimpinan kader hmi di internal dan eksternal dalam konteks kemahasiswaan maka banyak yang perlu menjadi evaluasi setiap kader yang di tempa menjadi seorang pemimpin. Apakah kader hmi di bentuk untuk menjadi pemimpin dengan kepentingan – kepentingan politis yang pragmatis? Atau kader hmi di bentuk hanya sebatas untuk merebut puncak kepemimpinan tertinggi lalu di biarkan secara tak bertanggung jawab?
Sebagai organisasi kepemudaan hmi selalu bisa memilih tempat di mana harus oposisi terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai kontra terhadap rakyat dan kapan harus bisa mendukung kebijakan pemerintah yang dinilai pro rakyat hal ini berdasarkan dari histori berdirinya himpunan ini serta telaah kritis kader terhadap independensi etis dan organisatoris, hanya saja pada konteks ini kepemimpinan yang di tempati oleh kader hmi terkadang terlalu politis bagaikan amnesia terhadap tujuan himpunan sehingga tidak jarang melahirkan kader yang pragmatis pasca terpilihnya dengan melupakan semua visi dan misi serta program – program kepemimpinan yang di tawarkan pada sebelum terpilih sehingga terlihat seperti hanya untuk merebut akan tetapi tidak untuk merawat hingga menghasilkan buah yang bisa di nikmati generasi pada setiap masa.
Kader hmi seakan melupakan dirinya sebagai mahasiswa yang tergolong kaum pembelajar yang harus melaksanakan tri darma perguruan tinggi dengan memperlihatkan gaya kepemimpinan seperti menara gading seakan telah kehilangan khittahnya sebagai organisasi mahasiswa yang tidak mampu bermetamorfosis dalam menelurkan gerakan – gerakan yang membumikan tri darma perguruan tinggi kepada masyarakat. Sebagai golongan kelas sosial yang berada pada poros tengah harusnya kepemimpinan kader hmi tidak hanya berada pada garis komunikasi elite akan tetapi juga harus mampu menjalin komunikasi hingga ke akar rumput agar peran perjuangan kader hmi tetap terus terjaga dengan idealisme yang hakiki.
Belum optimalnya kepemimpinan hmi mereposisi platform hmi sebagai organisasi kader dengan kata lain kepemimpinan kader hmi harus mengoptimalkan serta mengembalikan hmi sebagai student need dan student interest dengan cara memformulasikan kembali tradisi intelektual yang kreatif dan inovatif sehingga hmi tetap terjaga eksistensi dan kedinamisannya dalam gerakan intelektual.
Keistimewaan kader hmi di tempa sebagai pemimpin melalui 2 hal yaitu, jenjang training yang berkelanjutan dan amanah tugas kepengurusan, akan tetapi kedua hal tersebut tidak pernah di sadari diri seorang kader hal itu di tunjukan dengan stagnannya profesionalisme dan minimnya kualitas kader hmi dalam memimpin membuat mandeknya roda organisasi sehingga terhambatnya semua rekomendasi kerja organisasi.
Nilai dasar perjuangan yang menjadi keistimewaan hmi seakan di lupakan bahwasannya seorang kader berjuang hanya untuk mengharapkan rahmat dan ridho Allah Swt. Amnesia terhadap nilai perjuangan tersebut diperlihatkan dengan gerakan politis anggota hmi untuk meraih puncak kepemimpinan dengan cara – cara yang tidak berintegritas seperti masih adanya anggota hmi yang melakukan money politik, black campaing, pembagian – pembagian jabatan untuk mendapatkan koalisi dan dukungan sehingga tidak berlandaskan pada prinsip right man in the right place yang membuat pengkebirian demokrasi di badan sendiri.
Proyeksi kepemimpinan kader hmi ke depannya bagaimana seorang kader mampu mereposisi kembali stigma kepemimpinan yang terjerumus dalam pragmatisme menjadi suatu titik balik refleksi seorang kader untuk menjadi pemimpin yang berintegritas dan visioner tanpa romantisme politis tercela yang intim, sehingga kader hmi mampu merekonstruksi platform gerakannya yang lillahita’ala dan rahmatan lil’alamin sebagai contoh dari Indonesia kecil dan dedikasi kader terhadap pemikiran ke – Islaman dan ke – Indonesiaan hmi melalui implementasi gerakan – gerakan yang berlandaskan pada mission dan nilai dasar perjuangan hmi sehingga tidak adanya pengkhiatan intelektual dan intelektual durhaka yang lahir di dalam himpunan ini. Yakin Usaha Sampai.
Penulis : Zainudin Kismit
ADS HERE !!!